Para astronom menemukan molekul kompleks baru, 1-cyanopyrene, yang mengubah pemahaman kita tentang asal-usul karbon di luar angkasa.
Karbon merupakan elemen penting bagi kehidupan di Bumi, dan mungkin juga di luar angkasa. Namun, jumlah karbon yang bisa diamati di luar angkasa ternyata lebih sedikit daripada yang diharapkan.
Penelitian yang dipimpin oleh astronom dari Center for Astrophysics di Harvard and Smithsonian ini, bekerja sama dengan ahli kimia dan astronom dari berbagai disiplin. Molekul 1-cyanopyrene merupakan bagian dari kelompok senyawa bernama Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAH), yang biasanya terbentuk pada suhu tinggi. Namun, molekul ini ditemukan di awan dingin di Taurus Molecular Cloud-1 (TMC-1), dengan suhu hanya sedikit di atas nol mutlak.
Para ilmuwan awalnya berpendapat bahwa molekul karbon yang kompleks seperti ini sulit bertahan dalam kondisi keras di luar angkasa. Tetapi TMC-1, yang berfungsi sebagai “laboratorium alami,” memungkinkan para peneliti mempelajari molekul-molekul ini dalam kondisi ekstrem. Menurut peneliti Gabi Wenzel dari MIT, penemuan ini menunjukkan bahwa molekul besar dapat terbentuk di lingkungan yang sangat dingin.
Dengan menggunakan teleskop Green Bank yang mampu mendeteksi “sidik jari” spektrum unik dari tiap molekul, tim peneliti berhasil mengidentifikasi 1-cyanopyrene. Temuan ini memberikan petunjuk bahwa molekul karbon yang lebih besar mungkin ada di awan antarbintang lainnya, yang dapat menjadi dasar bagi pembentukan bintang dan planet.
Penelitian ini menunjukkan kolaborasi erat antara astronom dan ahli kimia untuk memahami siklus karbon di alam semesta dan membuka jalan untuk memahami lebih dalam asal-usul unsur-unsur penting bagi kehidupan di luar angkasa.