Energi Gelap yang Berubah?

Sebuah studi terbaru dari Dark Energy Survey (DES) mengindikasikan adanya inkonsistensi dalam model standar kosmologi, Lambda-CDM (ΛCDM).

Teleskop 4 meter Victor M Blanco. Kredit: CTIO/NOIRLab/NSF/AURA/P. Horálek (Institute of Physics in Opava)
Teleskop 4 meter Victor M Blanco. Kredit: CTIO/NOIRLab/NSF/AURA/P. Horálek (Institute of Physics in Opava)

Jika temuan ini terbukti benar, maka pemahaman kita tentang alam semesta bisa berubah secara fundamental. DES merupakan proyek kolaboratif internasional yang menggunakan Kamera Energi Gelap (DECam) berkekuatan 570 megapiksel, dipasang pada Teleskop Víctor M. Blanco 4-meter di Cerro Tololo Inter-American Observatory, Chili, yang dikelola oleh NSF NOIRLab.

Model ΛCDM telah lama menjadi fondasi dalam kosmologi modern, dengan asumsi bahwa 95% alam semesta terdiri dari materi gelap (25%) dan energi gelap (70%), sedangkan hanya 5% yang berupa materi biasa. Energi gelap, yang direpresentasikan oleh konstanta kosmologis (Λ), dipercaya bertanggung jawab atas percepatan ekspansi alam semesta dengan kepadatan energi yang konstan sepanjang waktu. Namun, hasil terbaru dari DES yang dipublikasikan di arXiv dan dipresentasikan dalam Global Physics Summit di Anaheim, California, menunjukkan indikasi bahwa energi gelap mungkin tidak tetap, melainkan berubah seiring waktu.

DES adalah kolaborasi lebih dari 400 ilmuwan dari lebih dari 25 institusi, dipimpin oleh Fermi National Accelerator Laboratory, Departemen Energi AS. Selama enam tahun penelitian, DES mengamati hampir seperdelapan langit malam dengan berbagai teknik, termasuk pengukuran supernova, analisis klasterisasi galaksi, dan lensa gravitasi lemah untuk memahami sifat energi gelap.

Penelitian ini menggunakan dua metode utama untuk melacak sejarah ekspansi alam semesta, yaitu pengukuran Baryon Acoustic Oscillations (BAO) dan jarak supernova Tipe Ia. BAO merupakan pola kosmik yang terbentuk dari gelombang suara di awal alam semesta, dengan pola puncak berjarak sekitar 500 juta tahun cahaya. Pola ini memungkinkan para astronom untuk mengukur bagaimana energi gelap memengaruhi skala alam semesta dari waktu ke waktu. Sementara itu, supernova Tipe Ia berfungsi sebagai ‘lilin standar’ karena memiliki kecerahan intrinsik yang diketahui, sehingga para ilmuwan dapat menentukan jarak kosmik dengan akurasi tinggi. Pada tahun 2024, DES merilis kumpulan data supernova terbesar dan paling rinci hingga saat ini, memberikan pengukuran ekspansi alam semesta yang sangat presisi serta semakin memperkuat anomali yang telah terdeteksi dalam studi sebelumnya.

Dengan menganalisis 16 juta galaksi, DES menemukan bahwa skala BAO yang terukur 4% lebih kecil dari prediksi model ΛCDM. Selain itu, hasil pengukuran jarak supernova juga menunjukkan anomali serupa. Kombinasi data dari supernova dan BAO memberikan indikasi bahwa energi gelap mungkin bukan konstanta yang tetap, melainkan mengalami evolusi dari waktu ke waktu. Jika benar, temuan ini bisa mengubah paradigma kosmologi yang telah kita kenal.

Selain data DES, hasil serupa juga mulai muncul dari eksperimen lain seperti Dark Energy Spectroscopic Instrument (DESI), yang semakin memperkuat kemungkinan bahwa ada sesuatu dalam model standar kosmologi yang perlu diperbarui.

Meskipun temuan ini masih perlu dikonfirmasi dengan analisis lebih lanjut, komunitas ilmiah menantikan data tambahan yang akan segera dirilis. Analisis terakhir DES yang akan datang diharapkan dapat memberikan lebih banyak wawasan dan menguji hipotesis bahwa energi gelap bersifat dinamis. Jika teori ini terbukti, maka ilmu fisika bisa berada di ambang revolusi besar dalam memahami alam semesta.

Tinggalkan Balasan