Uranus, planet es raksasa yang terkenal dengan kemiringan ekstrem pada orbitnya, kembali mencuri perhatian para astronom dengan dinamika atmosfernya.

Setelah 20 tahun pengamatan konsisten menggunakan Teleskop Luar Angkasa Hubble milik NASA, tim ilmuwan akhirnya mengungkap dinamika atmosfer Uranus yang ternyata jauh lebih kompleks dari yang dibayangkan.
Jika saat Voyager 2 melintasi Uranus pada 1986 gambaran yang kita dapat hanyalah bola biru-hijau polos seperti bola biliar, kini Hubble menceritakan kisah berbeda: sebuah dunia yang mengalami perubahan musim perlahan namun dramatis selama dua dekade terakhir.
Tim peneliti yang dipimpin oleh Erich Karkoschka (Universitas Arizona), Larry Sromovsky, dan Pat Fry (Universitas Wisconsin) memanfaatkan instrumen STIS (Space Telescope Imaging Spectrograph) untuk merekam jejak perubahan atmosfer planet ini dari tahun 2002 hingga 2022. Hasilnya? Sebuah potret akurat tentang bagaimana atmosfer Uranus merespons sinar Matahari dari waktu ke waktu.
Atmosfer yang Tidak Merata
Atmosfer Uranus didominasi oleh hidrogen dan helium, dengan sedikit metana, air, dan amonia. Metana inilah yang memberikan warna sian khas Uranus dengan menyerap cahaya merah dari Matahari. Namun, pengamatan Hubble menunjukkan bahwa metana tidak tersebar merata di seluruh planet. Daerah kutub, terutama kutub utara, ternyata sangat kekurangan metana, dan kondisi ini tetap konsisten selama dua dekade.
Yang menarik, saat Uranus mendekati titik balik musim panas di kutub utara (yang akan terjadi pada tahun 2030), wilayah tersebut justru mengalami peningkatan kecerahan signifikan akibat perubahan struktur aerosol dan kabut atmosfer. Ini menandakan bahwa radiasi Matahari mempengaruhi kabut dan awan yang menyelimuti Uranus.
Mengintip Musim di Planet Aneh
Karena Uranus membutuhkan lebih dari 84 tahun Bumi untuk mengelilingi Matahari sekali, periode pengamatan 20 tahun ini hanya mencakup transisi dari musim semi ke musim panas di belahan utara. Namun, itu cukup untuk menunjukkan perubahan pola sirkulasi atmosfer — termasuk aliran turun di kutub dan aliran naik di wilayah lain, yang memengaruhi distribusi metana dan kabut.
Gambar berwarna palsu (false-color) hasil gabungan cahaya tampak dan inframerah dari Hubble menunjukkan area hijau dengan kandungan metana lebih sedikit, sementara area biru lebih kaya metana. Area merah menunjukkan wilayah yang hampir tidak memiliki metana — biasanya di tepi planet, tempat stratosfer berada.
Kabut (aerosol) juga tampak lebih tebal di kutub utara seiring meningkatnya paparan sinar Matahari, tetapi sebaliknya menghilang di wilayah selatan yang masuk ke bayangan musim dingin. Hal ini menguatkan dugaan bahwa radiasi Matahari berperan penting dalam membentuk kabut Uranus.
Pelajaran untuk Eksoplanet
Uranus menjadi laboratorium alam bagi para ilmuwan untuk memahami eksoplanet berukuran serupa. Informasi tentang dinamika atmosfer raksasa es ini dapat membantu dalam interpretasi pengamatan planet-planet di luar tata surya kita yang tak bisa dipelajari secara langsung.
Meskipun telah beroperasi selama lebih dari 30 tahun, Teleskop Hubble terus memberikan kontribusi besar bagi ilmu pengetahuan. Kerja sama internasional antara NASA dan ESA (European Space Agency) ini membuktikan bahwa pengamatan jangka panjang sangat penting untuk mengungkap rahasia planet-planet jauh seperti Uranus.
Dan dengan Uranus yang akan terus mendekati musim panas kutub utara hingga 2030, para astronom belum selesai. Mereka siap mengungkap bab berikutnya dari planet paling misterius di tata surya ini.