Saat sebuah bintang meledak dalam peristiwa supernova, maka bintang melepaskan partikel-partikel berenergi tinggi ke segala arah.

Image Processing: T.A. Rector (University of Alaska Anchorage/NSF NOIRLab), M. Zamani & D. de Martin (NSF NOIRLab)
Ledakan energi ini bisa melaju melintasi ruang angkasa hingga ribuan tahun cahaya dan menyusup ke dalam sistem bintang lain, bahkan melintasi galaksi.
Dalam penelitian terbaru para astronom menemukan bahwa ledakan dahsyat tersebut mungkin menjadi kunci di balik sejumlah perubahan iklim mendadak yang pernah terjadi di Bumi. Analisis yang dilakukan oleh Robert Brakenridge, peneliti senior di INSTAAR (Institute of Arctic and Alpine Research), memodelkan bagaimana radiasi supernova dapat menghantam atmosfer Bumi dan mengubah komposisinya. Ia juga mencocokkan peristiwa supernova yang tercatat dengan perubahan iklim yang tersimpan dalam catatan geologis.
Tak dipungkiri bahwa, dalam sejarah Bumi terjadi perubahan lingkungan yang tiba-tiba. Itu adalah fakta yang kuat dan jejaknya ada di catatan geologi. Namun pertanyaannya, apa penyebab utamanya?
Menurut Brakenridge, jika supernova di dekat Tata Surya memang memicu perubahan semacam itu, penelitian lanjutan bisa membantu ilmuwan memprediksi dampaknya di masa depan, dan memberi kesempatan bagi umat manusia untuk bersiap menghadapi skenario serupa.
Dengan kata lain, supernova bukan hanya sekadar fenomena jauh di langit malam. Radiasinya berpotensi membawa dampak dramatis bagi kehidupan di Bumi.
Dari Fisika Teoretis ke Bukti Empiris
Sejatinya, ide tentang pengaruh supernova terhadap iklim Bumi sudah beredar sejak 1980-an. Namun selama ini gagasan itu lebih banyak dibahas di ranah fisika teoretis. Melalui publikasi terbarunya, Brakenridge berupaya memperkuat hubungan antara teori dan pengamatan.
Berkat teleskop-teleskop terkini, para astronom kini bisa memperoleh data yang belum pernah dicapai sebelumnya mengenai karakteristik radiasi supernova. Dengan informasi baru ini, Brakenridge membangun model yang lebih presisi mengenai bagaimana radiasi tersebut berinteraksi dengan atmosfer Bumi.
Model tersebut memperlihatkan bahwa lonjakan foton berenergi tinggi akibat supernova akan menipiskan lapisan ozon, pelindung utama Bumi dari sinar ultraviolet matahari. Bersamaan dengan itu, radiasi akan mempercepat degradasi metana di stratosfer, gas rumah kaca penting yang berkontribusi menjaga kehangatan Bumi. Kombinasi dari dua efek ini berpotensi memicu pendinginan global, meningkatkan jumlah radiasi ultraviolet yang mencapai permukaan, serta berujung pada lonjakan kebakaran hutan dan bahkan kepunahan spesies tertentu.
Meski radiasi supernova belum terjadi di Bumi saat ini, model tersebut bisa diuji lewat catatan masa lalu. Brakenridge pun beralih ke catatan cincin pohon. Karena pohon menyerap karbon atmosfer saat tumbuh, para ilmuwan dapat menggunakan cincin pohon sebagai arsip alami tentang kondisi atmosfer kuno.
Dari data 15.000 tahun terakhir, Brakenridge mengidentifikasi 11 lonjakan karbon radioaktif yang tampaknya bertepatan dengan peristiwa supernova yang diketahui. Menurutnya, kesesuaian waktu dan intensitasnya sangat meyakinkan.
Mengintip Masa Depan Supernova
Memang, untuk saat ini supernova hanyalah salah satu kemungkinan penyebab perubahan iklim mendadak; semburan matahari (solar flare) juga merupakan kandidat lain yang patut diperhitungkan. Namun, Brakenridge berpendapat bahwa bukti yang mendukung peran supernova semakin kuat. Ia berharap penelitian lanjutan bisa memperhalus model yang ada dan memperkuat korelasi antara peristiwa langit dan rekaman geologi, baik dari inti es, sedimen laut, maupun cincin pohon.
Menariknya, pemahaman yang lebih baik tentang radiasi supernova bisa membantu umat manusia bersiap menghadapi kemungkinan lonjakan perubahan iklim yang bisa terjadi sewaktu-waktu. Salah satu kandidat supernova terdekat yang tengah diawasi ketat adalah Betelgeuse, bintang raksasa merah di rasi Orion yang diperkirakan akan meledak kapan saja dalam rentang 100.000 tahun ke depan.
“Seiring bertambahnya pengetahuan kita tentang bintang-bintang tetangga, kemampuan untuk memprediksi paparan Bumi terhadap peristiwa semacam ini pun semakin nyata,” ungkap Brakenridge. Namun, dibutuhkan lebih banyak pemodelan dan pengamatan dari para astrofisikawan untuk sepenuhnya memahami dampaknya bagi planet kita.