Es di Tengah Neraka Galaksi

Di langit selatan yang jauh, di atas pusat Bimasakti, dua gelembung raksasa membumbung keluar dari inti galaksi.

Ilustrasi awan hidrogen netral pada lintang tertinggi yang pernah terdeteksi di dalam Gelembung Fermi di pusat Galaksi Bimasakti. Awan-awan dingin ini berada lebih dari 13.000 tahun cahaya di atas pusat galaksi, di wilayah yang sebelumnya tak pernah diduga bisa menyimpan materi sedingin ini. Kredit: NSF/AUI/NSF NRAO/P.Vosteen
Ilustrasi awan hidrogen netral pada lintang tertinggi yang pernah terdeteksi di dalam Gelembung Fermi di pusat Galaksi Bimasakti. Awan-awan dingin ini berada lebih dari 13.000 tahun cahaya di atas pusat galaksi, di wilayah yang sebelumnya tak pernah diduga bisa menyimpan materi sedingin ini. Kredit: NSF/AUI/NSF NRAO/P.Vosteen

Gelembung yang dikenal sebagai Gelembung Fermi, adalah sisa-sisa ledakan dahsyat dari masa lalu galaksi, dipenuhi plasma panas dengan suhu lebih dari satu juta Kelvin. Namun kini, para astronom menemukan sesuatu yang tak terduga: “bongkahan es” yang masih bertahan di tengah neraka kosmis itu.

Tim astronom internasional yang dipimpin oleh Rongmon Bordoloi dari North Carolina State University menggunakan teleskop radio Green Bank (GBT) milik National Science Foundation (NSF) untuk menelusuri gelembung ini lebih dalam dari sebelumnya. Hasilnya mencengangkan. Mereka menemukan sebelas awan gas hidrogen netral yang dingin, seperti es yang melayang lebih dari 13.000 tahun cahaya di atas pusat Galaksi.

Temuan ini mengubah cara pandang ilmuwan terhadap lingkungan ekstrem di sekitar pusat galaksi. Dalam kondisi seperti itu, panas, turbulen, dan penuh tekanan, das dingin seharusnya cepat menguap atau tercerai-berai. Namun awan-awan ini tetap utuh, bergerak dinamis, dan tampaknya telah bertahan selama beberapa juta tahun. Kehadiran mereka memberikan petunjuk penting: Fermi Bubbles mungkin jauh lebih muda daripada yang selama ini diperkirakan.

Bordoloi dan timnya meyakini bahwa awan-awan ini terbentuk atau tersapu dari pusat galaksi, lalu terbawa oleh angin panas yang menciptakan gelembung tersebut. Seperti awan di langit Bumi yang mengungkap arah angin, awan dingin ini menjadi penanda gerakan angin superpanas di galaksi. Walaupun anginnya sendiri tak terlihat, gas hidrogen netral memancarkan sinyal radio pada panjang gelombang 21 cm, dan di sanalah peran penting GBT.

Jay Lockman dari Green Bank Observatory, salah satu penulis studi ini, menjelaskan bahwa teleskop radio ini adalah satu-satunya instrumen dengan sensitivitas dan cakupan langit yang cukup untuk mendeteksi awan-awan setipis ini di lokasi setinggi itu.

Awan-awan ini juga memicu pertanyaan baru. Dari mana asalnya? Apakah mereka mengembun dari plasma panas? Atau sisa dari struktur yang lebih tua? Dan bagaimana mereka bisa bertahan di lingkungan yang seharusnya menghancurkan mereka? Para ilmuwan menduga bahwa medan magnet atau tekanan dari sekelilingnya mungkin menjadi pelindung alami yang membuat awan ini tetap utuh.

Yang jelas, keberadaan awan dingin ini menjadi bukti bahwa Bimasakti masih menyimpan banyak rahasia, bahkan di wilayah yang dianggap terlalu ekstrem untuk menyimpan kehidupan—atau bahkan gas dingin. Penemuan ini menantang model-model galaksi sebelumnya, dan mengisyaratkan bahwa Fermi Bubbles bisa jadi merupakan hasil dari letusan dahsyat dari lubang hitam supermasif di pusat galaksi beberapa juta tahun lalu.

Andrew Fox dari Space Telescope Science Institute menambahkan bahwa keberadaan awan setinggi ini di dalam gelembung menjadi misteri tersendiri, baik dari segi asal usul maupun nasib akhirnya.

Dengan penemuan ini, para astronom kini memiliki teka-teki baru untuk dipecahkan: bagaimana materi rapuh seperti ini bisa bertahan di tengah kekacauan galaksi? Dan apa arti semua ini bagi pemahaman kita tentang evolusi galaksi dan siklus materi di alam semesta?

Satu hal yang pasti: alam semesta masih menyimpan banyak kejutan. Dan Bimasakti, rumah kita di tengah bintang-bintang, bukan pengecualian.

Tinggalkan Balasan