Pada bulan September 2022, NASA menabrakkan wahana antariksa DART ke bulan asteroid Dimorphos dengan tujuan mengubah lintasannya.

Misi ini menjadi tonggak sejarah: untuk pertama kalinya, umat manusia berhasil mengubah jalur orbit sebuah objek luar angkasa. Namun, dampaknya ternyata jauh lebih kompleks dari sekadar benturan tunggal.
Tim astronom dari University of Maryland mengungkapkan bahwa benturan DART tidak hanya menggeser Dimorphos, tetapi juga melepaskan gelombang besar batuan luar angkasa, seperti letusan hujan batu, yang membawa tiga kali lipat momentum dibandingkan wahana DART sendiri. Temuan ini menyoroti bahwa misi pertahanan Bumi melawan asteroid bisa jauh lebih rumit dari yang diperkirakan.
Analisis dilakukan berdasarkan citra dari LICIACube, wahana kecil milik Italia yang ditugaskan memantau dampak DART dari dekat. Dari data ini, tim berhasil melacak 104 bongkahan batu dengan radius antara 0,2 hingga 3,6 meter yang terlempar dari permukaan Dimorphos dengan kecepatan hingga 52 meter per detik, atau sekitar 116 mil per jam. Para astronom kemudian merekonstruksi posisi tiga dimensi dan kecepatan batuan-batuan ini.
Yang menarik, batu-batu tersebut tidak tersebar secara acak. Justru, dua kelompok besar material teridentifikasi, menunjukkan adanya pola pelepasan yang tidak biasa. Sekitar 70% dari material ini melesat ke arah selatan dengan sudut landai dan kecepatan tinggi. Tim memperkirakan bahwa kelompok terbesar berasal dari bongkahan besar yang dihantam lebih dulu oleh panel surya DART sebelum badan utama wahana mengenai permukaan.
Beberapa batu besar yang diduga menjadi sumber pecahan ini adalah Atabaque dan Bodhran. Salah satu peneliti memperkirakan bahwa fragmen dalam gugus selatan kemungkinan besar berasal dari bongkahan Atabaque yang memiliki radius 3,3 meter.
Perbandingan antara misi DART dan Deep Impact, misi NASA sebelumnya yang juga dipimpin oleh tim University of Maryland, menunjukkan perbedaan signifikan akibat jenis permukaan target. Jika Deep Impact menghantam permukaan berdebu halus, DART justru menabrak permukaan penuh batu besar. Hasilnya: pola semburan ejecta dari DART tampak kacau dan membentuk struktur mirip filamen, berbeda jauh dari pola ejecta halus pada Deep Impact.
Momentum tambahan dari pecahan batuan ini juga berdampak pada arah gerak Dimorphos. Karena arahnya tegak lurus terhadap lintasan DART, gaya ini kemungkinan mengubah bidang orbit asteroid hingga satu derajat, bahkan dapat membuatnya berputar tidak stabil di ruang angkasa. Implikasi ini sangat penting bagi misi pertahanan asteroid di masa depan, terutama jika targetnya adalah benda yang mengarah langsung ke Bumi.
Misi ESA berikutnya, Hera, dijadwalkan tiba di sistem Didymos–Dimorphos pada 2026. Hera akan memberikan pengamatan langsung untuk menguji prediksi dan simulasi berbasis data DART dan LICIACube.
Penelitian ini menegaskan bahwa keberhasilan mengubah jalur asteroid hanyalah bagian awal. Di balik “pukulan” itu terdapat dinamika rumit yang melibatkan pecahan batuan, distribusi massa, dan arah gaya yang semuanya bisa memengaruhi hasil akhir.
Jika suatu saat umat manusia menghadapi ancaman asteroid yang mendekat ke Bumi, memahami variabel-variabel kompleks ini akan menjadi sangat penting. Layaknya permainan biliar kosmik, kita bisa saja gagal “memasukkan bola ke lubang” jika tidak mempertimbangkan setiap sudut dan gaya yang terlibat.