Selama puluhan tahun, Bulan dikenal sebagai dunia yang “reduk”, lingkungan yang miskin oksigen, jauh dari kondisi yang memudahkan terjadinya karat atau oksidasi kuat.

Besi di Bulan umumnya ditemukan dalam bentuk logam atau ferrous (Fe²⁺), bukan dalam bentuk teroksidasi tinggi seperti hematit. Namun, sampel tanah Bulan terbaru yang dibawa pulang misi Chang’e-6 mengungkap cerita yang jauh lebih kompleks.
Tim peneliti gabungan dari Institute of Geochemistry, Chinese Academy of Sciences (IGCAS) dan Universitas Shandong berhasil untuk pertama kalinya mengidentifikasi hematit kristalin (α-Fe₂O₃) dan maghemit (γ-Fe₂O₃) yang terbentuk akibat peristiwa tumbukan besar di permukaan Bulan. Sampel ini berasal dari Cekungan South Pole–Aitken (SPA), salah satu cekungan tumbukan terbesar dan tertua di Tata Surya, yang terletak di wilayah kutub selatan Bulan.
Selama ini, studi kimia dan kondisi lingkungan Bulan menunjukkan bahwa baik interior maupun permukaannya tidak mendukung oksidasi kuat. Temuan sebelumnya dari pengamatan orbit dengan spektroskopi tampak–inframerah-dekat sempat memunculkan dugaan bahwa hematit tersebar luas di wilayah lintang tinggi Bulan. Di sisi lain, analisis sampel Chang’e-5 mengungkap adanya magnetit berukuran sub-mikron dan jejak Fe³⁺ dalam kaca tumbukan. Semua ini mengisyaratkan adanya lingkungan teroksidasi lokal yang muncul sesaat selama proses modifikasi permukaan Bulan akibat tumbukan benda luar angkasa. Namun, bukti mineralogi langsung berupa mineral teroksidasi kuat seperti hematit masih belum jelas, hingga hadirnya sampel Chang’e-6.
Menemukan Hematit dan Maghemit di Tanah Bulan
Cekungan SPA, dengan sejarah tumbukan besar yang rumit dan intens, merupakan “laboratorium alam” ideal untuk menelusuri reaksi oksidasi di permukaan Bulan. Pengembalian tanah Bulan dari SPA oleh Chang’e-6 pada tahun 2024 membuka kesempatan langka untuk mencari mineral yang terbentuk dalam kondisi ekstrem tersebut.
Dalam sampel tanah dari cekungan ini, tim peneliti berhasil menemukan butiran hematit berukuran mikron. Dengan menggabungkan pengamatan mikroskop elektron, spektroskopi kehilangan energi elektron (EELS), dan spektroskopi Raman pada area yang sangat kecil, mereka memastikan struktur kristal dan ciri khas butiran hematit tersebut. Analisis ini menunjukkan bahwa hematit itu memang merupakan komponen asli Bulan, bukan kontaminasi dari Bumi setelah sampel dibawa pulang.
Hasil studi ini mengarah pada skenario pembentukan hematit yang sangat terkait dengan peristiwa tumbukan raksasa dalam sejarah Bulan. Saat sebuah benda besar menghantam permukaan, energi tumbukan memanaskan dan menguapkan material permukaan, menciptakan lingkungan fase uap dengan fugasitas oksigen yang sangat tinggi namun hanya sesaat.
Pada saat yang sama, mineral troilit (FeS) mengalami desulfurisasi, melepaskan ion besi ke dalam lingkungan kaya oksigen tersebut. Besi yang terlepas kemudian teroksidasi dan mengendap kembali melalui deposisi fase uap, membentuk hematit kristalin berukuran mikron. Hematit ini ditemukan berasosiasi dengan magnetit dan maghemit yang bersifat magnetik.
Kaitan antara mineral-mineral ini dan medan magnet Bulan menjadikan temuan tersebut semakin penting. Anomali magnetik luas yang terpantau di permukaan Bulan, termasuk di bagian barat laut Cekungan SPA, selama ini belum sepenuhnya dapat dijelaskan. Karena proses oksidasi berperan langsung dalam pembentukan mineral pembawa sifat magnetik, sampel Chang’e-6 memberikan bukti kunci untuk menelusuri asal-usul dan evolusi anomali magnetik tersebut.
Mengubah Cara Kita Memandang Evolusi Bulan
Pada akhirnya, riset ini mengguncang anggapan lama bahwa permukaan Bulan sepenuhnya berada dalam kondisi reduk. Kehadiran hematit dan maghemit dari lingkungan oksidasi ekstrem yang tercipta selama tumbukan besar menunjukkan bahwa evolusi Bulan jauh lebih dinamis dan kompleks. Temuan ini bukan hanya membantu memetakan ulang sejarah magnetik Bulan, tetapi juga memperkaya pemahaman kita tentang bagaimana peristiwa tumbukan raksasa membentuk wajah dunia tetangga terdekat Bumi ini.


