Rahasia “Cincin Berlian” di Bintang Cygnus X

Di salah satu sudut kawasan pembentuk bintang Cygnus X, terbentang sebuah struktur raksasa yang tampak menawan di panjang gelombang inframerah.

Cincin berlian di bintang Cygnus-X. Kredit: NASA/JPL-Caltech/Harvard-Smithsonian CfA

Lingkaran gas dan debu itu bercahaya seperti cincin berlian melayang di angkasa, lengkap dengan “permata” terang di salah satu sisinya. Bagi mata manusia, bentuk ini tampak indah. Bagi para astronom, bentuknya justru membingungkan.

Struktur yang dijuluki “Cincin Berlian” ini bukan cincin tipis yang rapi, melainkan sisa dari gelembung kosmik yang dibentuk oleh radiasi dan angin bintang masif di masa lalu. Di banyak wilayah lain, gelembung seperti ini biasanya membentuk selubung hampir bulat. Namun Cincin Berlian berbeda, yang tampak sekarang hanya cincin datar yang mengembang perlahan, seolah gelembungnya sudah pecah dan menyisakan tepiannya saja.

Cincin Raksasa dari Gelembung yang Pecah

Cincin berlian di Cygnus X memiliki diameter sekitar 20 tahun cahaya dan bersinar kuat di inframerah. Analisis menunjukkan bahwa ini adalah sisa gelembung yang terdiri atas gas karbon terionisasi. Gelembung tersebut dulunya ditiup oleh sebuah bintang panas yang massanya sekitar 16 kali massa Matahari. Energi radiasi dan angin bintang memanaskan gas dan debu di sekitarnya sampai ikut bersinar.

Berbeda dengan gelembung lain yang masih mempertahankan bentuk hampir bulat dan mengembang cepat, Cincin Berlian hanya menyisakan cincin yang mengembang lambat. Pengukuran kecepatan gas menunjukkan bahwa cincin ini hanya melebar sekitar 1,3 kilometer per detik, kira kira 4.700 kilometer per jam, angka yang tergolong lambat untuk gelembung jenis ini.

Kunci perbedaannya ada pada bentuk awan tempat gelembung itu lahir. Alih alih berada di dalam awan tiga dimensi yang tebal dan hampir seragam, gelembung ini berkembang di dalam struktur awan yang jauh lebih datar. Dalam kondisi seperti ini, gas panas di dalam gelembung lebih mudah lolos ke arah yang tipis, sehingga “dinding” gelembung akhirnya jebol dan bentuk bulatnya runtuh. Yang tersisa bagi kita adalah cincin datar yang berkilau, sisa tepi gelembung yang dulu mengembang ke segala arah.

Simulasi Komputer dan Observatorium Terbang

Untuk menguji skenario ini, tim internasional yang dipimpin peneliti dari Universitas Cologne menjalankan simulasi komputer terperinci. Dengan memodelkan bagaimana gelembung gas berekspansi di dalam awan datar, simulasi memperlihatkan bahwa gelembung awalnya mengembang ke segala arah, lalu pecah tegak lurus terhadap bidang awan ketika gas menemukan jalan keluar ke wilayah yang lebih tipis. Setelah “isi” gelembung kabur, struktur yang tersisa sangat mirip dengan cincin yang kini diamati sebagai Cincin Berlian.

Usia formasi ini diperkirakan sekitar 400.000 tahun, sangat muda jika dibandingkan dengan umur bintang masif yang bisa mencapai jutaan tahun. Artinya, kita sedang menyaksikan satu tahap singkat dalam evolusi gelembung bintang yang biasanya sulit tertangkap.

Pengamatan langsung terhadap gas karbon terionisasi yang menyusun gelembung ini tidaklah mudah. Waktu itu, tim menggunakan SOFIA, Stratospheric Observatory for Infrared Astronomy, sebuah teleskop inframerah yang dipasang di pesawat Boeing khusus. Dengan terbang di ketinggian sekitar 13 kilometer, SOFIA dapat mengamati panjang gelombang inframerah yang terhalang oleh atmosfer jika dilihat dari permukaan Bumi. Dari sana, gerak gas dapat diukur dengan sangat presisi, mengungkap laju ekspansi cincin dan detail struktur Cincin Berlian.

Dampak Bintang Muda pada Lingkungannya

Cincin Berlian lebih dari sekadar pemandangan kosmik yang cantik. Struktur ini adalah contoh nyata betapa besar pengaruh satu bintang masif terhadap awan gas di sekitarnya. Radiasi dan angin bintang mampu mengukir awan menjadi gelembung, cincin, dan rongga, sekaligus memampatkan sebagian gas sehingga memicu kelahiran generasi bintang baru.

Proses seperti ini diduga berperan penting dalam mengatur pembentukan bintang di dalam galaksi, termasuk di Bima Sakti. Dengan mempelajari objek seperti Cincin Berlian, para astronom bisa menelusuri bagaimana energi dari bintang masif merambat keluar, di mana gas terdorong menjauh, dan di mana gas justru dipadatkan hingga runtuh menjadi bintang baru.

Cincin dan “Permata” yang Sebenarnya Terpisah

Bagi pengamat di Bumi, Cincin Berlian tampak seperti cincin yang mengitari sebuah “permata” terang, berupa gugus bintang muda di salah satu sisi. Kombinasi ini membuatnya benar benar mirip cincin berlian. Namun analisis jarak menunjukkan satu kejutan kecil, cincin dan “berlian” sebenarnya tidak saling terhubung.

Gugus bintang yang tampak seperti permata berada beberapa ratus tahun cahaya di depan cincin gas dan debu. Kedua objek ini hanya kebetulan berada pada garis pandang yang sama jika dilihat dari Bumi, sehingga tampak menyatu menjadi satu cincin berlian kosmik yang utuh.

Meski begitu, ilusi perspektif ini tidak mengurangi nilai ilmiah Cincin Berlian. Justru sebaliknya, cincin ini menjadi contoh ideal betapa kompleks dan dinamisnya awan gas di kawasan pembentuk bintang. Di balik keindahan satu cincin bercahaya, tersimpan kisah tentang gelembung yang pecah, bintang masif yang mengubah lingkungan, dan proses besar yang membentuk bintang bintang baru di galaksi kita.

Tinggalkan Balasan