Misteri Gas Hidrogen di Interior Jupiter

Uji coba untuk memahami apa yang terjadi pada gas hidrogen yang ditemukan di bagian dalam planet raksasa berhasil dibuat di laboratorium.

Gas hidrogen sebagai logam cair di interior planet raksasa. Kredit: Mark Meamber, LLNL.
Gas hidrogen sebagai logam cair di interior planet raksasa. Kredit: Mark Meamber, LLNL.

Hidrogen. Unsur ini paling melimpah di alam semesta dan juga yang paling sederhana. Hanya terdiri dari satu proton dan satu elektron dalam setiap atom. Tapi, jangan mudah tertipu. Ada banyak hal yang bisa dipelajari dari hidrogen, termasuk perilakunya pada kondisi yang berbeda dari Bumi.

Sebagai contoh, hidrogen yang di permukaan planet raksasa seperti Jupiter dan Saturnus itu bentuknya gas seperti di Bumi. Tapi, jauh di dalam planet raksasa, para astronom menduga kalau hidrogen itu bentuknya logam cair. Selama ini para astronom menduga kalau hidrogen mengalami tekanan sampai akhirnya menjadi logam cair yang mampu menghantarkan listrik.

Tapi bagaimana hidrogen bisa mengalami perubahan seperti itu masih menjadi teka teki yang terus dicari jawabannya. Sekelompok ilmuwan dari French Alternative Energies and Atomic Energy Commission, University of Edinburgh, University of Rochester, University of California Berkeley, dan George Washington University, mencoba melakukan uji coba yang difokuskan pada transisi gas ke logam cair dalam molekul hidrogen berat atau yang dikenal sebagai isotop deuterium.

Para ilmuwan mempelajari kemampuan deuterium untuk menyerap maupun memantulkan cahaya yang berubah pada kondisi tekanan atmosfer hampir 6 juta kali (600 gigapascal) dibanding tekanan atmosfer normal pada temperatur kurang dari 1700ºC. Kemampuan untuk memantulkan akan memberi indikasi materi itu logam.

Pada tekanan di bawah 1,5 juta tekanan atmosfer normal (150 gigapascal), deuterium berubah dari transparan jadi lebih kedap. Pada kondisi ini cahaya diserap dan tidak diteruskan. Akan tetapi, perubahan jadi logam terjadi saat tekanan mendekati 2 juta tekanan atmosfer normal (200 gigapascal).

Sumber: Carnegie Science

Tinggalkan Balasan