Tim peneliti Jet Propulsion Laboratory (JPL) NASA mengembangkan atmosfer planet alien di Bumi dengan cara memanaskan campuran gas hidrogen dan karbon monoksida pada oven bertemperatur tinggi.
Campuran gas tersebut dipanaskan hingga bersuhu lebih dari 1100ºC atau kira-kira sepanas lava cair. Tujuannya untuk mensimulasikan kondisi pada atmosfer eksoplanet Jupiter panas.
Jupiter panas adalah planet gas raksasa yang mengorbit sangat dekat dengan bintang induknya. Jika Bumi butuh waktu 365 hari untuk mengelilingi Matahari, Jupiter panas hanya membutuhkan wakktu kurang dari 10 hari untuk mengelilingi bintang induknya. Lokasi planet Jupiter panas yang sangat dekat dengan bintang induk membuat permukaan planet sangat panas dengan suhu antara 530 ºC hingga 2800 ºC. Sebagai perbandingan, hari yang panas di permukaan Merkurius (yang butuh 88 hari untuk sekali mengorbit Matahari) “hanya” 430 ºC.
Meskipun tidak mungkin mensimulasikan atmosfer eksoplanet dengan sempurna di laboratorium, akan tetapi simulasi yang dilakukan tim peneliti JPL yang dipimpin Murthy Gudipati bisa memberi gambaran sekilas.
Simulasi dimulai dengan campuran kimia antara gas hidrogen dan gas karbon monoksida. Molekul-molekul ini melimpah di Alam Semesta dan Tata Surya dini, sehingga sangat mungkin merupakan penyusun atmosfer Jupiter panas. Campuran gas lalu dipanaskan hingga mencapai suhu 330 ºC hingga 1230 ºC.
Campuran ini kemudian dipaparkan pada radiasi ultraungu, sama seperti yang dialami Jupiter panas akibat jaraknya yang sangat dekat dengan bintang induk. Cahaya ultraungu terbukti bertanggung jawab atas hasil reaksi kimia di atmosfer Jupiter panas.
Dari sisi ukuran, Jupiter panas merupakan planet berukuran besar dibanding planet lainnya dan memancarkan cahaya lebih banyak dibanding planet-planet dingin. Karena itu, para astronom memperoleh lebih banyak informasi terkait atmosfer Jupiter panas dibanding tipe planet lainnya.
Pengamatan ini memperlihatkan bahwa umumnya atmosfer Jupiter panas berkabut pada ketinggian yang tinggi. Meskipun awan pada atmosfer Jupiter panas tampaknya menjadi penentu kabut, awan cenderung memudar seiring berkurangnya tekanan.
Untuk itu, para ilmuwan mencari penyebab berkabutnya atmosfer Jupiter panas selain awan, dan tampaknya aerosol merupakan jawabannya. Pada eksperimen terbaru, aerosol dapat terbentuk dengan menambahkan cahaya ultaungu ke campuran kimia yang bersuhu tinggi.
Penelitian ini juga menghasilkan kejutan lain: reaksi kimia yang menghasilkan sejumlah air dan karbon dioksida. Meskipun uap air sudah ditemukan di atmosfer Jupiter panas, para peneliti mengharapkan molekul ini terbentuk saat jumlah oksigen lebih banyak daripada karbon. Akan tetapi, penelitian terbaru menunjukkan bahwa air dapat terbentuk saat karbon dan oksigen hadir dalam jumlah yang sama banyak.
Sumber: NASA