Bukti baru dari tabrakan badai debu pada air di atmosfer yang terjadi di Mars serta sedikitnya metana merupakan hasil terbaru dari pengamatan tahun pertama ExoMars Trace Gas Orbiter (TGO).
TGO, orbiter yang merupakan hasil kerjasama ESA dan Roscosmos tiba di Mars pada tahun 2016 dan wahana pengorbit ini butuh waktu lebih dari satu tahun untuk menyesuaikan orbitnya pada ketinggian 400 km di atas permukaan Mars.
Setelah berada di orbit, TGO memulai pengamatannya pada akhir 2018, beberapa bulan sebelum badai debu melanda Mars dan membuat Opportunity milik NASA mengakhiri misinya. Dari orbit, wahana pengorbit seperti TGO bisa melakukan pengamatan untuk melihat bagaimana jumlah debu dalam badai terus meningkat dan memengaruhi uap air di atmosfer planet merah tersebut.
Memanfaatkan Badai Debu
Dalam pengamatan ini, spektrometer NOMAD dan ACS yang dipasang di TGO melakukan pengukuran okultasi Matahari resolusi tinggi di atmosfer. Tujuannya untuk memahami bagaimana cahaya Matahari diserap di atmosfer dan mengungkap sidik jari kimia materi di atmosfer.
Cara ini memungkinkan terjadinya distribusi vertikal uap air dan elemen air berat untuk ditempatkan dekat permukaan Mars sampai ketinggian di atas 80 km. Hasil penelitian terbaru ini juga menjejak pengaruh debu pada air yang ada di atmosfer, bersama lepasnya atom hidrogen ke angkasa.
Di area belahan utara, TGO melihat keberadaan fitur awan debu pada ketinggian 25-40 km yang sebelumnya tidak ada. Selain itu di belahan selatan, ditemukan lapisan debu yang juga bergerak ke keinggian yang lebih tinggi. Peningkatan uap air di atmosfer terjadi sangat cepat, hanya dalam beberapa hari selama awal badai. Hal ini menunjukkan reaksi cepat atmosfer terhadap badai debu.
Hasil pengamatan ini konsisten dengan model sirkulasi global. Debu menyerap radiasi matahari, memanaskan gas di sekitarnya, menyebabkan gas memuai, dan pada gilirannya mendistribusikan kembali materi lain – seperti air – pada rentang vertikal yang lebih luas. Kontras yang terjadi pada suhu yang lebih tinggi antara daerah ekuator dan kutub juga diatur untuk memperkuat sirkulasi atmosfer. Pada saat bersamaan, suhu yang lebih tinggi menyebabkan awan dari air es yang terbentuk lebih sedikit. Normalnya, awan ini terbentuk dalam jumlah yang cukup untuk membatasi uap air ke area yang lebih rendah.
Pengamatan air semi-berat juga dilakukan bersamaan dengan pengamatan uap air. Hasilnya, para ilmuwan bisa memeroleh informasi penting tentang proses yang mengendalikan jumlah atom hidrogen dan deuterium yang lepas. Dari sini diketahui bahwa perbandingan deuterium dan hidrogen (D/H) bisa turun, dan ini merupakan hal penting terkait evolusi persediaan air di Mars.
Air di Mars, baik air biasa ataupun yang dideuterasi sangat sensitif terhadap keberadaan awan sehingga mencegah air untuk mencapai lapisan atmosfer yang lebih tinggi. Selama badai debu, air bisa mencapai ketingian yang lebih tinggi. Hal ini sesuai prediksi teori tapi untuk pertama kalinya, hal tersebut bisa diamati.
Karena perbandingan D/H memang diprediksi berubah seiring musim dan juga garis lintang, pengukuran pada lokasi berbeda dengan musim berbeda secara berkelanjutan oleh TGO diharapkan dapat memberikan bukti lebih lanjut tentang proses yang terjadi di sana.
Misteri Metana di Mars
Dua instrumen yang saling melengkapi juga melakukan pengukuran jejak gas atau gas selain nitrogen, oksigen, dan argon di atmosfer Mars untuk memeroleh sidik jari kimia yang gas lain yang ikut menyusun atmosfer. Salah satu yang dicari adalah metana karena gas ini bisa menjadi petunjuk penting terkait kehidupan di Mars maupun proses geologi di planet itu. Di Bumi, 95% metana di atmosfer berasal dari proses biologi.
Gas metana di atmosfer tidak bertahan lama karena dapat dihancurkan oleh radiasi Matahari dalam rentang beberapa ratus tahun. Karena itu, jika ada metana yang dideteksi sekarang, maka gas tersebut relatif baru dilepaskan ke atmosfer. Jika metana itu terbentuk jutaan atau miliaran tahun lalu, maka tampaknya metana tersebut terperangkap dalam waduk bawah tanah sampai sekarang.
Sebagai tambahan, jejak gas mengalami percampuran yang lebih efisien di dekat permukaan planet dengan model sirkulasi angin global yang menentukan metana akan tercampur merata di sekitar planet dalam beberapa bulan.
Laporan terkait keberadaan metana di atmosfer Mars memang jadi perdebatan karena deteksi gas tersebut masih sangat sporadis. Pengukuran pertama yang memperlihatkan keberadaan metana di Mars dilakukan oleh Mars Express pada tahun 2004. Selain itu, teleskop landas Bumi dan juga robot Curiosity mengamati keberadaan metana yang jumlahnya bervariasi pada musim yang berbeda.
Hasil terbaru dari TGO memperlihatkan jumlah metana di Mars hanya 10 – 100 kali lebih sedikit dari metana yang pernah dideteksi sebelumnya. Diperkirakan jumlah metana yang dipancarkan mencapai 500 ton selama 300 tahun.
Peta Air Bawah Tanah
Perdebatan terkait keberadaan metana memang masih berlanjut. Akan tetapi, air adalah komponen yang pasti ada di Mars dan masih dalam wujud es atau mineral air-terhidrasi. Jika ada air, maka diduga ada juga kehidupan di situ.
Untuk bisa mengetahui dan memahami lokasi dan sejarah air di Mars, detektor neutron FREND yang dibawa TGO melakukan pemetaan distribusi hidrogen pada permukaan teratas planet. Hidrogen merupakan salah satu komponen yang membentuk molekul air, dan bisa memberi indikasi jika air diserap ke permukaan, atau indikasi mineral yang terbentuk dalam air.
Pemetaan akan dilakukan selama satu tahun Maras atau dua tahun di Bumi. Akan tetapi, pemetaan awal yang dibuat dari data selama beberapa bulan sudah melampaui resolusi peta yang dibuat sebelumnya. Peta baru ini memperlihatkan keberadaan wilayah ‘basah’ dan ‘kering’ yang terlokalisasi. Peta ini juga memperlihatkan kelimpahan air di ekuator yang mengarah pada keberadaan permafrost yang kaya air pada masa sekarang, atau bisa juga merupakan lokasi kutub planet di masa lalu.
Hasil pengamatan TGO memperlihatkan bahwa Mars masih menyimpan banyak cerita menarik untuk diungkap di masa depan.
Sumber: ESA