Jejak Bintang Generasi Pertama dalam Awan Gas

Penemuan awan gas kuno berusia 13 miliar tahun memungkinkan tim astronom dari Carnegie melakukan pengukuran terkait bagaimana bintang generasi pertama bisa terbentuk lebih cepat dari dugaan para peneliti.

Awan gas kosmis kuno yang menjadi jejak elemen kimia dari bintang generasi awal. Kredit:  Max Planck Society.
Awan gas kosmis kuno yang menjadi jejak elemen kimia dari bintang generasi awal. Kredit: Max Planck Society.

Setelah Dentuman Besar, alam semesta dimulai sebagai sup panas keruh yang berisikan partikel energetik, yang kemudian mengembang dengan cepat. Saat materi awal alam semesta ini menyebar, materi mengalami pendinginan dan partikel bergabung menjadi gas hidrogen netral. Pada saat itu alam semesta masih gelap karena belum ada sumber cahaya sampai gravitasi menyebabkan materi berkondensasi menjadi bintang dan galaksi generasi pertama.

Seluruh bintang, termasuk bintang generasi pertama merupakan pabrik kimia yang mensintesis hampir semua elemen yang terbentuk di alam semesta. Saat bintang-bintang awal meledak sebagai supernova, elemen – elemen kimia yang terbentuk terlontar ke alam semesta dan menjadi benih bagi bintang baru. Elemen kimia semakin diperkaya ketika bintang-bintang generasi berikut terbentuk membentuk elemen baru dan melontarkannya menjadi benih bintang di alam semesta saat meledak di akhir hidupnya.

Bintang-bintang pertama di alam semesta terbentuk ketika alam semesta masih belum terkontaminasi elemen baru alias masih murni. Karena itu, bintang pertama di alam semesta menghasilkan elemen kimia dalam proporsi berbeda dari elemen yang disintesis bintang muda yang terbentuk dalam lingkungan yang sudah diperkaya dengan berbagai elemen kimia dari bintang generasi awal.

Para astronom sebenarnya mengharapkan dapat menemukan tanda perbandingan elemen bintang awal dalam gas kosmis kuno. Dan jika bisa melihat lebih jauh lagi ke masa lalu, maka diharapkan bisa melihat hilangnya sebagian besar elemen kimia dan kemunculan gas awal.

Untuk itu, para astronom menggunakan kuasar untuk memelajari komposisi kimia gas kosmis dari waktu ke waktu. Dengan cara ini mereka bisa memeroleh informasi bagaimana bintang memperkaya lingkungan sekelilingnya untuk generasi bintang yang berbeda-beda.

Dalam penelitian ini, para astronom yang dipimpin oleh Eduardo Bañados menemukan awan gas kuno dalam inventarisasi kuasar jauh yang diamati oleh teleskop Magellan di Observatorium Las Campanas di Chili.

Kuasar adalah objek yang sangat terang dengan lubang hitam yang sedang mengakresi materi di pusat galaksi. Awan gas kosmis ini berada di antara kuasar dan pengamat di Bumi, cahaya sangat terang dari kuasar akan melewati awan gas ini untuk sampai ke Bumi. Dengan begitu, para astronom bisa mengambil kesempatan untuk memelajari elemen kimia awan. Hasilnya, penemuan ini memberikan keuntungan bagi astronom karena bisa menentukan karakteristik awan gas kuno yang berasal dari alam semesta yang baru berusia sekitar satu miliar tahun.

Ternyata awan gas kuno ini disusun oleh elemen yang sudah cukup modern atau tidak seprimitif yang diduga jika didominasi oleh elemen dari bintang generasi pertama. Meski awan ini terbentuk 850 juta tahun setelah Big Bang, kelimpahan elemen kimianya sudah cukup tinggi dibanding yang dilihat dalam awan gas yang terbentuk beberapa miliar tahun kemudian.

Tampaknya, ketika awan gas kuno ini terbentuk, bintang-bintang generasi pertama sudah lama tiada dan alam semesta telah dibanjiri elemen kimia dari bintang generasi berikut. Diharapkan, di masa depan, para astronom bisa menemukan awan gas yang lebih kuno lagi untuk menyingkap informasi bintang generasi pertama di alam semesta.

Sumber: Carnegie Science

Tinggalkan Balasan