Planet serupa Bumi di sistem TRAPPIST-1 ternyata tidak benar-benar mengalami ketidaksejajaran dengan rotasi bintang induknya.
Penemuan ini penting untuk memahami evolusi sistem keplanetan di sekitar bintang massa rendah. Tapi secara khusus untuk memahami sejarah sistem TRAPPIST-1, termasuk planet-planetnya yang berada di zona laik huni.
Bintang seperti Matahari tidak statis melainkan berotasi mengelilingi porosnya. Rotasi bintang bisa kita lihat dari pergerakan bintik bintang di pemrukaan. Di Tata Surya, orbit seluruh planet sejajar dalam rentang 6º dengan rotasi Matahari.
Di masa lalu, diasumsikan bahwa sumbu orbit planet sejajar dengan rotasi bintang. Akan tetapi, dengan semakin banyak eksoplanet yang ditemukan, diketahui bahwa orbit planet ternyata tidak sejajar dengan rotasi bintang induknya. Pertanyaannya, bagaimana planet terbentuk jika orbitnya tidak sejajar ataukah sistem yang teramati tidak sejajar itu awalnya sejajar dan kemudian mengalami ketidaksejajaran akibat gangguan?
Sistem TRAPPIST-1 memang menarik perhatian karena sistem ini memiliki 3 planet batuan yang berada di area laik huni. Area laik huni merupakan daerah yang temperaturnya cukup hangat untuk air bisa tetap dalam wujud cair. Bintang induk TRAPPIST-1 merupakan bintang dingin dengan massa kecil yang dikenal sebagai bintang katai merah. Planet-planet di sistem ini berada sangat dekat dengan bintang induknya. Karena itu, sistem ini berbeda sekali jika dibandingkan dengan planet di Tata Surya.
Mempelajari sejarah sistem ini sangat penting untuk bisa mengetahui apakah planet-planet yang berpotensi laik huni di sistem TRAPPIST-1 justru tidak laik huni. tapi ada hal menarik lainnya. Tidak ada objek dekat yang bisa mengganggu orbit planet sistem TRAPPIST-1. Itu artinya, orbitnya seharusnya berada dekat dengan orbit ketika planet pertama kali terbentuk di sistem ini. Jika ada gangguan, tentu orbit planet akan berubah. Karena itu, para astronom mencoba mencari jawabannya.
Karena bintang berotasi, bagi pengamat, sisi bintang yang tampak berotasi akan memiliki kecepatan mendekati pengamat, sementara sisi yang berotasi di luar medan pandang pengamat akan memiliki kecepatan menjauhi pengamat. Jika planet transit atau melintas di antara bintang dan pengamat di Bumi, planet akan menghalangi sebagian kecil cahaya bintang dan pengamat bisa mengetahui bagiam bintang yang pertama kali dihalangi cahayanya oleh planet. Fenomena ini dikenal sebagai efek Rossiter-McLaughlin.
Dengan metode ini, para astronom bisa mengukur ketidaksejajaran antara orbit planet dan rotasi bintang. Sampai saat ini, pengamatan tersebut hanya untuk planet-planet raksasa seukuran Jupiter ataupun Neptunus.
Dalam penelitian ini, para astronom menggunakan teleskop Subaru untuk mempelajari ketidaksejajaran planet di sistem TRAPPIST-1 dengan rotasi bintang induknya. Pengamatan dilakukan saat 3 planet di sistem TRAPPIST-1 transit. Dua dari planet yang transit adalah planet batuan di dekat zona laik huni.
Hasilnya, ada kesejajaran dari rotasi bintang dengan sumbu orbit planet. Akan tetapi, tingkat presisi dari pengukuran ini masih tidak cukup baik untuk bisa meniadakan ketidaksejajaran rotasi dan orbit yang kecil.
Sumber: NAOJ