Dunia Gersang di Dekat Bintang Dingin

Dari hampir 6000 eksoplanet, hanya sebagian kecil yang potensial untuk memiliki atmosfer, dan planet-planet inilah yang jadi fokus para astronom mencari jejak kehidupan.

Ilustrasi planet di bintang katai merah. Kredit: NASA, ESA and D. Player (STScI)

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa planet kecil berbatu yang mengorbit bintang paling kecil dan paling dingin, yaitu bintang katai merah, justru lebih sulit mempertahankan atmosfernya dibandingkan perkiraan sebelumnya. Temuan ini bukan hanya memperketat pemahaman tentang evolusi atmosfer planet, tetapi juga penting untuk menentukan target utama bagi teleskop James Webb (JWST) dalam misi karakterisasi atmosfer.

Pertarungan Gravitasi dan Radiasi

Nasib atmosfer suatu planet ditentukan oleh tarik menarik antara gravitasi planet dan radiasi dari bintangnya. Bintang yang tenang memberi peluang lebih besar bagi planet untuk mempertahankan atmosfer. Sebaliknya, bintang aktif, terutama yang memancarkan radiasi ekstrem ultraviolet (EUV) tinggi cenderung mengikis atmosfer planetnya dalam waktu singkat.

Untuk menilai kemungkinan sebuah planet memiliki atmosfer, para astronom menciptakan konsep “batas kosmik” atau cosmic shoreline, yaitu garis pemisah antara planet yang bisa dan tidak bisa mempertahankan atmosfer. Garis ini ditentukan oleh seberapa kuat gravitasi planet menarik partikel dan seberapa intens radiasi EUV yang diterimanya.

Namun, pendekatan ini sering kali hanya memperhitungkan intensitas radiasi pada masa kini, dan mengabaikan perubahan aktivitas bintang sepanjang miliaran tahun usia planet.

Bintang Katai Merah dan Bahaya Tersembunyi

Tim peneliti dari MIT yang dipimpin oleh Emily Pass melakukan pendekatan berbeda. Mereka menyusun ulang kalkulasi bagaimana bintang katai M, khususnya tipe menengah hingga akhir berevolusi dan memancarkan radiasi sepanjang waktu hidupnya.

Bintang-bintang ini mengalami dua fase penting. Di fase “jenuh”, bintang berputar cepat dan memancarkan radiasi tinggi yang stabil. Kemudian, di fase “tidak jenuh”, bintang mulai melambat dan radiasinya menurun. Karena katai merah kecil mengalami fase jenuh lebih lama dibanding bintang besar, planet-planet di sekitarnya terkena paparan radiasi tinggi jauh lebih lama dari yang diperkirakan.

Tim juga memperhitungkan efek dari suar bintang dan fase pra-deret utama, saat bintang masih mengerut dan memancarkan cahaya lebih terang. Akibatnya, paparan radiasi selama masa muda planet menjadi sangat besar dan mampu menghilangkan atmosfer yang mungkin pernah terbentuk.

Dampaknya bagi Perburuan Kehidupan

Hasil studi ini mengguncang pemahaman sebelumnya. Beberapa planet yang semula dianggap berada di “sisi aman” dari batas kosmik kini diketahui telah berpindah ke “sisi gersang”, artinya kemungkinan besar telah kehilangan atmosfernya. Sebagian lagi bahkan mungkin bukan planet berbatu sama sekali, melainkan dunia gas mini yang tidak cocok untuk kehidupan seperti di Bumi.

Penelitian ini memperjelas bahwa tidak semua planet yang mengorbit bintang dingin adalah tempat yang menjanjikan untuk mencari atmosfer. Dengan panduan baru ini, para ilmuwan bisa lebih selektif dalam memilih planet yang akan diamati oleh teleskop canggih untuk mencari tanda-tanda atmosfer—dan siapa tahu, kehidupan di luar sana.

Tinggalkan Balasan