Tim astronom Universitas Hiroshima menemukan jejak mineral langka bernama djerfisherite di asteroid Ryugu. Jejak mineral yang seharusnya tidak ada di asteroid seperti Ryugu.

Pada tanggal 6 Desember 2020, Misi Hayabusa 2 membawa pulang contoh batuan atau materi dari asteroid Ryugu. Keberhasilan ini tak pelak membuat para astronom melihat materi tersebut sebagai harta karun untuk memahami asal usul Tata Surya. Dan penemuan mineral djerfisherite memberikan informasi penting terkait asteroid ini.
Djerfisherite merupakan mineral sulfida besi-nikel yang mengandung kalium, biasanya ditemukan di lingkungan yang sangat reduktif, seperti pada meteorit enstatit kondrit. Namun, Ryugu dikenal sebagai asteroid tipe C, yang mirip dengan meteorit CI chondrite dan terbentuk di lingkungan berair dengan oksidasi tinggi. Karena itu, keberadaan djerfisherite di dalam butiran Ryugu dianggap sangat janggal, layaknya menemukan biji tropis di es Arktik—mengindikasikan adanya lingkungan ekstrem lokal atau percampuran material dari tempat yang sangat jauh di awal pembentukan Tata Surya.
Penemuan ini terjadi secara tak sengaja saat tim yang dipimpin oleh Masaaki Miyahara, profesor di Universitas Hiroshima, sedang mengamati pengaruh pelapukan Bumi terhadap butiran Ryugu menggunakan mikroskop elektron transmisi medan-emisi. Dalam pengamatan butiran nomor 15 dari sampel C0105-042, tim menemukan djerfisherite, sebuah temuan yang belum pernah dilaporkan sebelumnya pada meteorit CI atau sampel Ryugu lainnya.
Keberadaan djerfisherite ini membuka dua kemungkinan. Pertama, mineral tersebut mungkin berasal dari tubuh lain yang kemudian tercampur ke dalam Ryugu saat pembentukan tubuh induknya. Kedua, mineral tersebut terbentuk langsung di dalam Ryugu akibat kondisi suhu yang jauh lebih tinggi daripada yang diperkirakan sebelumnya. Proses ini bisa terjadi jika suhu tubuh induk Ryugu pernah mencapai lebih dari 350 °C, suhu yang jauh di atas perkiraan suhu maksimum 50 °C dari pemanasan akibat peluruhan radioaktif di bagian dalam asteroid.
Bukti awal menunjukkan bahwa djerfisherite mungkin memang terbentuk secara intrinsik di dalam Ryugu, bukan sebagai hasil kontaminasi eksternal. Jika benar, hal ini menunjukkan bahwa tubuh induk Ryugu mengalami keragaman kimia dan termal yang belum pernah dikenali sebelumnya. Dengan kata lain, Ryugu mungkin tidak sekompak dan homogen seperti yang diperkirakan sebelumnya.
Untuk menguji hipotesis ini, langkah selanjutnya adalah melakukan analisis isotop pada butiran Ryugu lainnya. Dengan memahami asal usul dan sejarah termal mineral ini, para ilmuwan berharap bisa mengungkap bagaimana proses pencampuran dan pemanasan di masa awal Tata Surya memengaruhi pembentukan benda-benda kecil seperti Ryugu.
Penemuan ini bukan hanya memperluas pemahaman tentang asteroid primitif, tapi juga memberikan petunjuk penting tentang dinamika material dan migrasi unsur dalam skala besar pada masa awal Tata Surya. Seiring semakin banyaknya sampel yang dianalisis, jejak-jejak misterius seperti ini mungkin akan menjadi kunci dalam memecahkan teka-teki besar tentang bagaimana planet-planet dan benda langit lainnya terbentuk dan berevolusi.