Lontaran Molekul Radioaktif dari Tabrakan Dua Bintang

Untuk pertama kalinya para astronom berhasil mendeteksi isotoplog molekul radioaktif aluminum monofluoride (26AlF) di ruang antarbintang dari tabrakan dua bintang yang sangat langka pada tahun 1670.

Citra CK Vul, tabrakan dua bintang yang menghasilkan bintang baru. Para astronom menemukan molekul radioaktif pada sisa tabrakan ini. Kredit: ALMA (ESO/NAOJ/NRAO), T. Kamiński & M. Hajduk; Gemini, NOAO/AURA/NSF; NRAO/AUI/NSF, B. Saxton
Citra CK Vul, tabrakan dua bintang yang menghasilkan bintang baru. Para astronom menemukan molekul radioaktif pada sisa tabrakan ini. Kredit: ALMA (ESO/NAOJ/NRAO), T. Kamiński & M. Hajduk; Gemini, NOAO/AURA/NSF; NRAO/AUI/NSF, B. Saxton

Ketika dua bintang mirip Matahari bertabrakan, hasilnya sebuah tabrakan spektakuler dan pembentukan bintang baru. Peristiwa inilah yang terjadi pada tahun 1670, ketika pengamat di Bumi melihat ada bintang merah terang baru di langit.

Pada awalnya, merger ini bisa dilihat dengan mata telanjang.Akan tetapi, letusan kosmis ini dengan cepat memudar dan pada akhirnya butuh teleskop untuk bisa melihat penggabungan dua bintang yang menghasilkan sebuah bintang redup di pusat dengan halo materi bercahaya di sekelilingnya yang bergerak menjauh dari bintang. Bintang itu dikenal sebagai CK Vulpeculae (CK Vul )

Sekitar 348 tahun kemudian, tim astronom internasional melakukan pengamatan dengan Atacama Large Millimeter / submillimeter Array (ALMA) dan teleskop radio NOEMA (Northern Extended Millimeter Array) untuk mempelajari sisa-sisa penggabungan bintang CK Vul. Mereka menemukan sinyal keberadaan aluminium radioaktif (26Al, sebuah atom dengan 13 proton dan 13 neutron) yang terikat dengan atom-atom fluor, sehingga membentuk 26-aluminium monoflorida (26AlF).
Untuk pertama kali, molekul dengan radioisotop tidak stabil berhasil dideteksi di luar Tata Surya. Isotop yang tidak stabil memiliki kelebihan energi nuklir yang akhirnya meluruh ke bentuk yang lebih stabil. Dalam hal ini, 26-aluminium (26Al) meluruh jadi 26-magnesium (26Mg).

Para astronom mendeteksi spektrum unik dari molekul-molekul ini pada puing-puing sekitar CK Vul, yang berada 2.000 tahun cahaya dari Bumi. Saat molekul-molekul tersebut berotasi dan melintasi angkasa, mereka memancarkan cahaya pada panjang gelombang milimeter sebagai sidik jarinya. Proses ini dikenal sebagai transisi rotasi dan bagi para astronom ini adalah standar emas untuk deteksi molekuler.

Pengamatan isotoplog ini menghasilkan pandangan baru dari proses penggabungan bintang yang menghasilkan bintang CK Vul. Selain itu, para astronom bisa memahami juga bahwa lapisan dalam bintang yang padat dimana elemen berat dan isotop radioaktif ditempa dapat bergejolak dan dolontarkan ke angkasa oleh tabrakan bintang.

Dua bintang yang bergabung membentuk CK Vul merupakan bintang massa rendah. Salah satunya sudah memasuki tahap raksasa merah dengan massa antara 0,8 – 2,5 massa Matahari.

Keberhasilan mendeteksi isotop radioaktif pada objek serupa bintang memiliki peran penting untuk memahami evolusi kimia di galaksi. Massa molekul 26Al di CK Vul hanya seperempat massa Pluto. Selain itu, merger bintang seperti ini juga jarang terjadi. Karena itu, para astronom menduga masih ada proses lain yang bisa menghasilkan isotop radioaktif tersebut.

Dalam pengamatan ini, ALMA dan NOEMA hanya bisa mendeteksi 26Al yang terikat dengan fluor. Karena itu, massa sebenarnya dari kelimpahan 26Al bisa jadi lebih besar dari yang diduga sebelumnya.

Sumber: NRAO

Tinggalkan Balasan