Tim astronom berhasil menemukan proto supergugus galaksi raksasa saat alam semesta muda dengan instrumen VIMOS pada Very Large Telescope.
Hyperion, cikal bakal supergugus galaksi ini merupakan struktur masif yang berhasil ditemukan saat alam semesta baru berusia 2,3 miliar tahun. Pada usia yang demikian muda, kehadiran struktur sugpergugus galaksi yang sangat masif menjadi misteri baru bagi astronom.
Normalnya, struktur masif seperti ini ditemukan pada pergeseran merah yang lebih kecil, atau dengan kata lain, alam semesta sudah mengalami evolusi dan usanya sudah lebih tua. Akan tetapi, struktur yang dilihat para astronom yang dipimpin Olga Cucciati dari Istituto Nazionale di Astrofisica (INAF) Bologna, memiliki massa yang hampir sama dengan struktur terbesar di alam semesta saat ini.
Massanya lebih dari dari satu juta miliar atau 1015 massa Matahari! Seperti halnya supergugus Virgo, supergugus galaksi Hyperion juga diisi oleh banyak sekali galaksi. Hyperion ditemukan pada konstelasi sextan dan dihuni oleh lebih dari 10 ribu galaksi dengan setidaknya 7 area padat galaksi yang dihubungkan oleh filamen. Menariknya, supergugus Hyperion ini memiliki distribusi massa seragam yang saling terhubung seperti gumpalan galaksi yang terangkai. Selain itu terdapat juga asosiasi galaksi yang lebih renggang. Kondisi ini berbeda dengan supergugus galaksi di llingkungan Bumi dimana distribusi massa lebih terkonsentrasi dengan struktur yang lebih jelas.
Perbedaan ini tampaknya terjadi karena supergugus dekat Bumi sudah berevolusi selama miliaran tahun. Selama itu, interaksi gravitasi antar galaksi dalam supergugus galaksi punya waktu untuk mengumpulkan materi pada area yang lebih padat. Untuk supergugus Hyperion yang masih muda, interaksi gravitasi yang terjadi masih belum menghasilkan konsentrasi massa seperti itu.
Dari ukuran maupun pembentukannya, Hyperion diduga berevolusi menjadi serupa dengan supergugus Virgo ataupun Sloan Great Wall. Dengan memahami Hyperion dan dibandingkan dengan supergugus galaksi yang ada saat ini, kita bisa memahami bagaimana alam semesta terbentuk di masa lalu dan evolusinya.
Kredit: ESO