Iklim di Sistem Keplanetan TRAPPIST-1

Para astronom membuat model iklim terbaru untuk sistem keplanetan TRAPIST-1 dan ketujuh planet bisa berakhir menjadi Venus.

Ilustrasi sistem keplanetan TRAPPIST-1. Kredit: NASA
Ilustrasi sistem keplanetan TRAPPIST-1. Kredit: NASA

Tidak semua bintang seperti Matahari. Karena itu, tidak semua sistem keplanetan bisa dipelajari dengan harapan akan memperoleh hasil yang sama dengan Tata Surya. Pemodelan iklim TRAPPIST-1 pun demikian. Bintang yang berbeda tipe dari Matahari tentu akan menghasilkan evolusi yang berbeda pada planet-planet yang mengelilinginya.

Dalam penelitian ini, tim astronom yang dipimpin oleh Andrew Lincowski dari Universitas Washington mencari tahu ragam tipe atmosfer yang bisa dimiliki ke-7 eksoplanet TRAPPIST-1.

Hasilnya cukup menarik. Meskipun bintang TRAPPIST-1 lebih kecil dan dingin dibanding Matahari, lingkungan sekitarnya tetaplah sangat panas karena bintang ini masih pada tahap awal evolusi. Akibatnya, ke-7 planet yang mengitarinya akan berevolusi seperti Venus. Jika ada planet yang memili lautan, sangat besar kemungkinan lautan itu sudah menguap. Kondisi atmosfernya sama sekali tidak cocok untuk kehidupan. Akan tetapi, planet TRAPPIST-1 e diduga serupa Bumi dan bisa mempertahankan lautan.

TRAPPIST-1, bintang ini berada pada jarak 39 tahun cahaya atau 369 triliun km dari Bumi. BIntang TRAPPIST-1 merupakan bintang katai merah yang massanya hanya 9% massa Matahari dan ukurannya juga lebih kecil sekitar 12% ukuran Matahari. Bahkan, ukuran TRAPPIST-1 hanya sedikit lebih besar dari Jupiter.

Ke-7 planet TRAPPIST-1 memiliki ukuran yang hampir sama dengan Bumi. Toga di antaranya yakni planet e,g, dan f berada pada zona laik huni bintang. Karena itu, diharapkan planet-planet ini bisa mempertahankan air dalam wujud cair di permukaannya. Dan kehidupan bisa berpotensi untuk muncul. TRAPPIST-1 d berada pada batas dalam zona laik huni, sedangkan TRAPPIST-1 h justru di batas terluar zona laik huni.

Pemodelan radiasi dan senyawa kimia yang dibuat oleh Andrew dan tim menghasilkan spektrum yang memperlihatkan sidik jari setiap gas atmosferik. Sidik gas atmosferik ini bisa digunakan oleh para astronom untuk menelusuri dimana gas tersebut pada atmosfer exoplanet serupa pada bintang yang tipenya sama. Dengan demikian, memungkinkan para astronom untuk memahami komposisi, lingkungan dan evolusi planet.

Dulu, para astronom selalu berpikir bahwa planet laik huni di sekeliling bintang akan sama dengan yang ditemukan di Tata Surya. Tapi, bintang katai merah memiliki krakteristik berbeda. Tentunya komponen kimia yang ditemukan pada planet-planet di sekitar bintang ini akan berbeda. Dan efeknya juga berimbas pada iklim.

Hasil pemodelan sistem TRAPPIST-1 menghasilkan:

  • TRAPPIST-1 b, planet terdekat yang sangat panas. Bahkan awan asam sulfat seperti di Venus pun tidak bisa terbentuk.
  • Planet c dan d menerima energi sedikit lebih banyak dari bintang dibanding yang diterima Venus dan Bumi dari Matahari. Kedua planet ini serupa Venus dengan atmosfer yang tidak laik huni.
  • TRAPPIST-1 e, planet ini berpotensi memiliki air dalam wujud cair di permukaan. Dan merupakan pilihan tepat untuk dipelajari lebih lanjut terkait potensi kehidupan.
  • Planet terluar f, g dan h bisa berevolusi seperti Venus atau justru membeku. Kondisi ini tergantung pada seberapa banyak air yang terbentuk dalam evolusinya.

Meskipun demikian, seluruh planet di sistem TRAPPIST-1 bisa berevolusi jadi seperti Venus dengan air dan lautan yang sudah habis menguap. Jadi, air menguap dari permukaan dan cahaya ultraungu bintang menghancurkan molekul air, melepaskan hidrogen yang kemudian lepas dari gravitasi planet.

Pada akhirnya hanya oksigen yang tersisa di atmosfer dan air pun punah. Planet akan memiliki atmosfer oksigen tebal yang tidak laik huni. Jika TRAPPIST-1 e tidak kehilangan sleuruh air pada fase ini maka planet e akan menjadi dunia lautan dengan iklim mirip Bumi.

Evolusi sebuah planet terutama pada planet kebumian akan jadi kunci penting untuk mengetahui apakah planet tersebut mampu menyokong kehidupan ataukah tidak.

Sumber: Universitas Washington

Tinggalkan Balasan