Rasio Isotop Air, Sidik Jari Pembentukan Sistem Saturnus

Sebuah metode baru berhasil dikembangkan untuk mengukur rasio isotop air dan karbon dioksida pada sistem Saturnus.

Saturnus dalam panjang gelombang inframerah dan Phoebe pad apanjang gelombang kasatmat. Kredit: NASA, JPL, VIMS Team, ISS Team, U. Arizona, D. Machacek, U. Leicester.
Saturnus dalam panjang gelombang inframerah dan Phoebe pad apanjang gelombang kasatmat. Kredit: NASA, JPL, VIMS Team, ISS Team, U. Arizona, D. Machacek, U. Leicester.

Hasilnya cukup menarik. Air yang ada di cincin dan satelit Saturnus mirip dengan air di Bumi, kecuali satelit Pheobe yang airnya berbeda dari yang sudah ditemukan di Tata Surya.

Isotop adalah bentuk dari ynsur yang memiliki jumlah neutron berbeda. Penambahan neutron akan menambah massa unsur, sekaligus mengubah proses pembentukan planet, komet dan satelit. Air atau H2O adalah senyawa kimia yang disusun oleh unsur hidrogen dan satu oksigen. Tambahan satu neutron pada salah satu atom hidrogen akan menghasilkan deutrium (D) sekaligus meningkatkan massa molekul air (HDO) sebesar 5%. Tampaknya memang hanya oerubahan kecil. Akan tetapi perubahan 5% tersebut sudah sangat signifikan untuk mengubah proses pembentukan benda-benda di Tata Surya maupun proses evaporasi air setelah pembentukan.

Singkatnya, rasio deutrium terhadap hidrogen (D/H) merupakan sidik jari pembentukan benda-benda di Tata Surya termasuk di dalamnya, temperatur maupun evolusi yang terjadi pada objek tersebut. Proses penguapan air juga memperkaya permukaan objek.

Dalam model pembentukan Tata Surya, ada indikasi bahwa rasio D/H lebih tinggi pada area luar Tata Surya yang suhunya lebih dingin. Area di mana Bumi terbentuk, lebih panas. Deutrium justru melimpah pada awan molekular yang dingin. Beberapa pemodelan memperkirakan kalau rasio D/H di Saturnus10x lebih tinggi dibanding Bumi.

Ternyata secara umum tidak demikian. Perbandingan D/H pada sistem Saturnus memiliki kemiripan dengan Bumi. Kemiripan ini mengindikasikan sumber air yang mirip untuk Tata Surya bagian dalam maupu luar.

Tapi, satelit Phoebe memiliki rasio D/H yang berbeda. Hal ini mengindikasikan bahwa Phoebe tidak terbentuk bersama Saturnus dan satelit lainnya. Tampaknya, Phoebe terbentuk di area yang lebih dingin dan lebih jauh dari Saturnus.

Selain rasio D/H, pengukuran rasio karbon-13 terhadap karbon-12 juga dilakukan pada satelit Iapetus dan Phoebe. Hasilnya, kemiripan Iapetus dengan Bumi bukan hanya pada rasio D/H tapi juga 13C/12C. Phoebe justru memiliki rasio karbon 5 kali lebih tinggi.

Kehadiran karbon dioksida di Phoebe menjadi batas seberapa besar penguapan bisa terjadi setelah pembentukan. Hasil ini makin memperkuat kesimpulan bahwa Phoebe terbentuk pada area terluar Tata Surya yang jauh lebih dingin. Phoebe mengalami gangguan orbit yang menyebabkan benda ini tertangkap oleh Saturnus dan pada akhirnya mengorbit planet cincin tersebut.

Dari mana asal Phoebe masih belum diketahui dengan pasti. Belum ada pengukuran rasio D/H maupun 13C/12C pada es di permukaan Pluto atau objek Sabuk Kuiper lainnya. Akan tetapi, metode baru ini akan membuka jalan untuk pengukuran serupa pada es di permukaan benda-benda jauh di Tata Surya.

Sumber: Planetary Science Institute

Tinggalkan Balasan