Bintang K, Bintang Induk Untuk Planet Laik Huni

Penelitian terbaru menemukan, bintang K yang lebih redup dari Matahari, tapi lebih terang dari bintang paling redup, merupakan target yang menjanjikan untuk mencari tanda kehidupan.

Ilustrasi planet yang mengitari bintang K. Kredit: NASA Ames/JPL-Caltech/Tim Pyle
Ilustrasi planet yang mengitari bintang K. Kredit: NASA Ames/JPL-Caltech/Tim Pyle

Bintang K vs Bintang M

Bintang kelas K merupakan bintang yang memiliki umur panjang, antara 17 miliar – 170 miliar tahun. Matahari hanya bisa hidup selama 10 miliar tahun. Dengan demikian, bintang kelas K bisa memiliki waktu yang lebih lama untuk kehidupan berevolusi. Selain itu, aktivitas ekstrim bintang K saat masih muda jauh lebih sedikit dibnding bintang kelas M atau katai merah yang lebih redup.

Bintang kelas M memiliki banyak kelebihan dalam pencarian planet laik huni. Bintang katai merah merupakan bintang yang umum ditemukan dalam sebuah galaksi. Di alam semesta, 75% bintang merupakan bintang katai merah. Bintang tipe ini hemat bahan bakar dan bisa tetap bersinar selama lebih dari 1 triliun tahun. Salah satu contoh bintang katai merah adalah TRAPPIST-1 yang memiliki 7 planet batuan seukuran Bumi.

Namun pergolakan bintang katai merah kala muda menjadi masalah tersendiri bagi planet yang berpotensi punya kehidupan. Bintang-bintang ini melepaskan suar atau energi magnetik dalam ledakan yang dasyat secara rutin dan bisa menghancurkan kehidupan. Tidak hanya itu. Bintang kelas M jauh lebih terang ketika masih muda sampai satu miliar tahun sejak terbentuk, dengan energi bisa mendidihkan lautan di planet manapun yang suatu hari kelak bisa jadi akan berada di zona laik huni.

Bintang kelas K justru berada di titik aman antara bintang serupa Matahari dan kelas M. Dan dalam penelitian ini, dibuat simulasi untuk mengetahui tanda biologis apa yang bisa dicari pada planet yang mengitari bintang kelas K.

Tanda Biologis

Para ilmuwan memperkirakan tanda biologis yang bisa ditemukan pada atmosfer planet yang mengitari bintang tipe K adalah oksigen dan metana karena kedua gas ini cenderung bereaksi satu sama lainnya dan menghancurkan gas lainnya. Jadi jika keduanya tampak bersamaan di atmosfer, ini mengindikasikan ada sesuatu yang memroduksi keduanya dengan cepat, dan bisa jadi berasal dair kehidupan.

Akan tetapi, keberadaan eksoplanet biasanya sangay jauh sehingga butuh jumlah oksigen dan metana yang sangat besar di atmosfer planet agar bisa dideteksi dari Bumi. Dan tanda keberadaan kedua gas ini jauh lebih kuat di bintang K dibanding bintang serupa Matahari.

Para peneliti menggunakan model komputasi untuk melakukan simulasi kimia dan temperatur dari atmosfer planet, serta simulasi respon atmosfer pada bintang induk berbeda. Atmosfer sintetik ini diaplikasikan pada berbagai spektrum planet agar bisa diketahui bagaimana kenampakannya di teleskop.

Ketika planet ditempatkan di bintang K, oksigen tidak dengan segera menghancurkan metana, sehingga bisa teradi penumpukan di atmosfer. Hal ini karena cahaya ultraungu dari bintang K tidak menghasilkan gas oksigen yang reaktif yang bisa menghancurkan metana dengan segera seperti halnya bintang serupa Matahari.

Sinyal oksigen-metana juga kuat pada planet di sekeliling bintang M. Akan tetapi, aktivitas bintang yang sangay tinggi menyebabkan planet tidak akan mampu untuk memiliki kehidupan.

Karena itulah, sinyal oksigen-metana pada bintang K bisa menjadi tanda potensi kehidupan pada planet yang mengitari bintang tersebut. Metana tidak segera hancur seperti di sistem dengan bintang serupa Matahari, dan kehidupan di planet bisa bertumbuh dan berevolusi tidak seperti pada bintang katai merah yang cenderung menghancurkan kehidupan.

Keuntungan lain, bintang K yang lebih redup dari Matahari memberi keuntungan tersendiri dalam pencarian planet. Eksoplanet akan lebih mudah ditemukan dibanding yang berada dekat Matahari.

Untuk itu target awal yang bisa diamati adalah bintang kelas K dekat seperti 61 Cyg A/B, Epsilon Indi, Groombridge 1618, dan HD 156026.

Sumber: NASA

Tinggalkan Balasan